Tuesday, September 3, 2013

Konsep Dasar Pasar Modal Syari'ah



Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah.
Sejarah Pasar Modal Syariah juga dapat ditelusuri dari perkembangan institusional yang terlibat dalam pengaturan Pasar Modal Syariah tersebut. Perkembangan tersebut dimulai dari MoU antara Bapepam dan DSN-MUI pada tanggal 14 Maret 2003. MoU menunjukkan adanya kesepahaman antara Bapepam dan DSN-MUI untuk mengembangkan pasar modal berbasis syariah di Indonesia.

Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait perniagaan. Berdasarkan itulah kegiatan pasar modal syariah dikembangkan dengan basis fiqih muamalah.Terdapat kaidah fiqih muamalah yang menyatakan bahwa “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Konsep inilah yang menjadi prinsip pasar modal syariah di Indonesia.
Dasar Hukum
Sebagai bagian dari sistem pasar modal Indonesia , kegiatan di Pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah juga mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal berikut peraturan pelaksananaannya (Peraturan Bapepam-LK, Peraturan Pemerintah, Peraturan Bursa dan lain-lain). Bapepam-LK selaku regulator pasar modal di Indonesia, memiliki beberapa peraturan khusus terkait pasar modal syariah, sebagai berikut:
  1. Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efeek Syariah
  2. Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
  3. Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah
  4. Sumber OJK
Saham Syariah
Yang dimaksud dengan saham syariah adalah saham dimana perusahaan (emitennya) menjalankan prinsip usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah secara umum yang harus dipenuhi agar suatu saham bisa dikatakan sebagai saham syariah adalah:
Tidak melakukan bidang usaha:
  • Perjudian atau permainan yang tergolong Judi
    • Perdagangan yang dilarang menurut Syariah
    • Tidak ada penyerahan barang / jasa
    • Penawaran / Permintaan Palsu
    • Jasa Keuangan Ribawi
    • Bank berbasis Bunga
    • Pembiayaan berbasis Bunga
    • Jual Beli Risiko yang mengandung unsur ketidakpastian dan atau judi (Asuransi Konvensional)
    • Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan atau menyediakan barang / jasa haram
    • Melakukan transaksi yang mengandung unsur Suap
Secara rasio keuangan:
  • Utang berbasis Bunga dibagi total Ekuitas tidak lebih dari 82% (setara Debt Ratio 45%)
  • Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya kurang dari 10% total pendapatan
Bagi emiten / perusahaan yang terdaftar dan sahamnya diperdagangkan di bursa saham, apabila memenuhi criteria di atas, maka bisa digolongkan sebagai saham syariah. Dari sekitar 463 saham yang terdaftar saat ini, 300 di antaranya merupakan perusahaan yang sesuai dengan criteria di atas. Investor tidak perlu repot-repot untuk membaca laporan tersebut satu per satu karena saham yang memenuhi criteria di atas dirangkum dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh BAPEPAM-LK atau pihak yang diakui oleh BAPEPAM-LK dan daftar tersebut bisa diperoleh di situs www.bapepam.go.id danwww.idx.co.id (situs Bursa Efek Indonesia).
DES diperbaharui setiap 6 bulan sekali dan apabila ada emiten yang baru masuk bursa dan ternyata sesuai dengan criteria di atas, maka bisa dimasukkan dalam DES tanpa harus menunggu periode 6 bulan. Kinerja saham-saham yang masuk dalam kategori syariah secara umum diwakili oleh 2 indeks yaitu Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index (JII). Perbedaannya, ISSI merupakan cerminan dari seluruh saham yang masuk dalam kategori syariah, sementara JII hanya mengambil 30 saham dari DES dengan pertimbangan likuiditas, kapitalisasi dan faktor fundamental lainnya. Sebagai perbandingan kinerja ISSI, JII dan IHSG pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:
Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah
Investasi dan Trading Saham Syariah.
Sama seperti reksa dana konvensional, untuk membeli saham syariah juga harus dilakukan melalui broker saham (Perantara Pedagang Efek). Transaksi melalui broker dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu telepon langsung ke broker atau melalui sistem perdagangan online atau yang disering dengan Online Trading System. Melalui sistem ini, investor tidak perlu lagi berhubungan dengan broker dan langsung bisa melakukan eksekusi jual beli kapanpun dan dimanapun. Dalam sistem, biasanya juga sudah dilengkapi dengan riset, berita dan informasi laporan keuangan untuk membantu investor dalam pengambilan keputusan investasi.
Dalam beberapa tahun belakangan, sudah semakin banyak perusahaan sekuritas yang mengembangkan sistem trading online berbasis syariah. Perbedaan utama dengan sistem trading online konvensional adalah sistem trading berbasis syariah secara otomatis hanya bisa memperdagangkan saham-saham yang masuk dalam kategori Daftar Efek Syariah. Apabila terjadi pembaharuan, maka secara otomatis daftar saham juga akan ikut berubah. Selain itu, sistem ini juga membatasi investor untuk melakukan transaksi pembelian dengan cara pinjaman (margin trading) dan transaksi penjualan semu (Short Selling). Dengan adanya fasilitas di atas, maka akan sangat membantu investor yang ingin fokus pada investasi saham berbasis syariah.
Obligasi Syariah
Secara prinsip, obligasi syariah adalah obligasi yang dikeluarkan oleh emiten yang baik bisnis maupun laporan keuangannya memenuhi ketentuan prinsip syariah. Obligasi syariah sering disebut dengan nama Sukuk. Sama seperti obligasi konvensional, penerbit obligasi syariah bisa Negara juga bisa perusahaan. Sukuk lebih diminati oleh investor karena umumnya memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dari obligasi konvensional dan memiliki skema jaminan yang jelas. Hanya saja kelemahan dari sukuk adalah jumlahnya yang masih sedikit sehingga relatif jarang diperdagangkan. Oleh karena itu, amat sulit diperoleh di pasar sekunder.
Salah satu bentuk keuntungan Obligasi adalah bunga / kupon. Namun karena bunga / kupon dianggap haram dalam norma syariah, maka sukuk memberikan keuntungan dalam bentuk:
  • Sewa atau sering juga disebut Sukuk Ijarah
  • Bagi hasil atau sering juga disebut Sukuk Mudharabah
Pada prakteknya Sukuk Ijarah itu sama dengan Obligasi Berkupon Tetap karena memberikan imbal hasil berbentuk sewa yang besarnya persentase tertentu dari nominal investasi. Sementara Sukuk Mudharabah hampir sama dengan Obligasi Berkupon Variabel karena imbal hasil yang diberikan bisa naik turun. Perbedaannya, jika obligasi berkupon variable tergantung fluktuasi suku bunga, maka Sukuk Mudharabah tergantung keuntungan perusahaan / proyek yang dijaminkan dalam sukuk.
Untuk berinvestasi sukuk juga harus melalui perusahaan perantara pedagang efek. Namun karena obligasi dan sukuk ditransaksi di luar bursa (Over the Counter), maka dalam investasi obligasi tidak ada running trade atau sistem online seperti halnya saham. Harga transaksi jual beli ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pihak. Selain itu, nominal investasi juga sudah mencapai angka miliaran.
Karena kurangnya transparansi harga dan jumlah yang relative sedikit tersebut, umumnya investor sukuk syariah merupakan investor korporasi yang bermodal besar ataupun reksa dana. Jumlah investor individual untuk jenis sukuk ini masih sedikit.
Reksa Dana Syariah
Reksa Dana adalah wadah dimana sekumpulan investor menyetorkan dana untuk selanjutnya dikelola oleh Manajer Investasi di instrument pasar modal yaitu saham, obligasi dan pasar uang. Reksa Dana Syariah menandakan dalam pengelolaan tersebut, Manajer Investasi menganut prinsip syariah antara lain:
  1. Hanya membeli saham, obligasi dan pasar uang yang masuk dalam Daftar Efek Syariah dan sesuai dengan prinsip syariah
  2. Melakukan cleansing apabila dalam portofolio reksa dana terdapat pendapatan / keuntungan yang sifatnya tidak sesuai dengan prinsip syariah.
  3. Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditunjuk untuk memastikan agar pengelolaan investasi memperhatikan kaidah2 syariah.
Dengan adanya cleansing, maka ketika terdapat unsur pendapatan yang tidak syariah, maka Manajer Investasi akan menyisihkan uang tersebut kemudian selanjut disumbangkan kepada yayasan amal yang disepakati antara Manajer Investasi dan Dewan Pengawas Syariah. Salah satu scenario yang bisa menyebabkan terjadinya cleansing yaitu misalnya ketika suatu saham membagikan dividen. Dimana setelah diteliti lebih jauh, ternyata saham tersebut merupakan holding dari beberapa anak perusahaan yang salah satu diantaranya bergerak di bidang perbankan.
Meskipun kontribusi pendapatan anak perusahaan yang bergerak di bidang perbankan tersebut kurang dari 10%, namun ketika induk perusahaan membagikan dividen, maka Manajer Investasi dan Bank Kustodian wajib melakukan cleansing dengan mengeluarkan 10% dari dividen tersebut untuk selanjutnya diamalkan. Secara tidak langsung, apabila scenario ini terjadi, maka investor reksa dana sebagai pemegang unit penyertaan juga akan ikut beramal.
Reksa Dana Syariah secara umum terdiri dari beberapa jenis yaitu reksa dana pendapatan tetap (minimum 80% sukuk) , campuran (Maksimum 80% pada Sukuk atau Saham Syariah), saham (minimal 80% pada saham syariah) dan reksa dana terproteksi (Minimum 80% pada Sukuk). Hingga saat ini masih belum ada reksa dana pasar uang berbasis syariah.
Reksa Dana Syariah yang saat ini banyak beredar umumnya merupakan reksa dana campuran dan reksa dana saham syariah. Hal ini disebabkan karena terbatasnya sukuk (obligasi syariah) sehingga Manajer Investasi lebih memilih menerbitkan reksa dana saham dan campuran (kombinasi antara saham, obligasi dan pasar uang) syariah.
Berinvestasi Reksa Dana Syariah
Untuk berinvestasi di reksa dana syariah, dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu membeli melalui Manajer Investasi langsung atau melalui Bank Agen Penjual yang menawarkan produk reksa dana syariah. Umumnya produk ini lebih banyak dijumpai di Bank Syariah, namun beberapa tahun belakangan juga sudah mulai dijual di Bank Konvensional. Minimum investasi untuk instrumen ini biasanya dimulai dari Rp 250.000.
Terbatasnya instrument pasar modal syariah menjadikan instrument ini lebih diperuntukkan untuk investor dengan karakteristik moderat atau agresif. Instrumen yang lebih konservatif seperti pendapatan tetap masih memerlukan waktu agar bisa lebih berkembang.
Reksa Dana Syariah sendiri tidak dikhususkan untuk umat muslim. Begitu pula dengan saham dan sukuk syariah. Investasi pasar modal syariah menawarkan alternatif investasi bagi investor serta secara teoritis lebih aman karena melarang investor / Manajer Investasi melakukan tindakan spekulatif seperti short selling, transaksi margin, atau membeli perusahaan yang rasio hutangnya sudah tinggi. Hal ini secara tidak langsung, membuat investor lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan investasinya.
Nah, setelah mengetahui semua hal di atas, apakah anda menjadi lebih yakin untuk berinvestasi di pasar modal syariah? Semoga
Sumber rudianto

    No comments:

    Post a Comment